Saya jatuh cinta pada tanganmu sejak hari itu. Sepadat jalanan Jakarta pada jam berangkat kerja, seriuh Malioboro pada libur hari raya. Biusnya entah ada di mana, toh sebenarnya itu sepuluh jari yang sama saja. Ratusan rantai crochet sudah susul-menyusul sembari mencari makna, dan tetap saja saya tidak tahu. Seratus atau seribu huruf dapat berbaris mendefinisi, masih saja saya bingung sendiri.
Saya jatuh cinta pada tanganmu sejak pertama bertemu. Selirih deru angin sepoi yang menerbangkan biji rumput, semanis efek hair mask rutin pada kesehatan rambut. Salahnya entah ada di mana, toh sebenarnya itu sentuhan yang tidak berbeda. Seratus seprei mungkin sudah saya ganti, dan tetap saja saya tidak mengerti. Banyak alasan sudah coba dirasionalisasi, masih saja saya merasa o’on sendiri.
Saya jatuh cinta pada tanganmu sejak sebelum saya tahu. Seabstrak reruntuhan Parthenon, sepenuh kulit luar atom Argon. Mulianya entah ada di mana, toh sebenarnya itu hanya rasa seperti kebanyakan rasa milik manusia. Sederet nasihat dan mitologi telah terbaca tanpa hasil pasti, yang ada saya semakin merasa tidak nyata. Entah sebanyak apa titik pasir yang harus terlepas dari sela-sela jari, saya tetap sadar bahwa ini mungkin sekedar sepenggal fana. Akan berlalu, akan sirna.
Saya jatuh cinta pada tanganmu dengan segelas sisa air mata. Sebasi desahan, cincin raksasa, dan jambul khatulistiwa Syahrini; sesignifikan nilai p < 0,05 pada semua variabel analisis regresi. Gregetnya entah pada apanya, toh sebenarnya itu semacam roda dokar yang tetap dapat berputar meski tanpa bahan bakar. Serentetan konsensus PAPDI atau IDAI dijamin takkan bisa memberikan rekomendasi grade A. Bahkan seharian perjalanan playlist The Real Group pun belum tentu bisa berhasil melaksanakan misi anti delusi pada kasus ini; tetap saja terasa rempong tanpa perlu ditambah backsound lagu odong-odong atau orang-orang berisik berotak kopong.
Saya sudah jatuh cinta pada tanganmu sejak lama. Seyakin hitungan satu detik pada jam atom Caesium, sedahsyat depresi yang terjadi saat serotonin seluruhnya diekstrak keluar dari cerebrum. Magnetnya entah menjerat di mana karena toh saya sepertinya sudah tidak punya lagi asa sepadat besi. Jutaan populasi semut yang kebanjiran saat musim hujan tetap tak menggoyahkan niat saya untuk tenggelam. Serangkaian bulir air Niagara yang menghancurkan batu-batu tak juga membuat saya ingin berlalu.
Saya sudah jatuh cinta pada tanganmu saat ini hingga nanti. Sejelas pengelihatan warna saat cahaya terfokuskan tepat ke macula lutea, sepasti diagnosis tipe leukemia yang ditegakkan ahli hematologi. Endingnya entah akan menjadi apa, toh saya juga tidak terlalu berminat untuk tahu jawabannya. Ratusan awan akan lewat dan menurunkan hujan, tetap saja saya tak akan tercuci. Ribuan siklus siang-malam masih akan berganti, tetap malas saya untuk peduli.
Saya sudah jatuh cinta pada tanganmu sejak kata jatuh cinta itu sendiri belum ada. Sudah bisa diduga kalau kamu menganggap saya gila, kebanyakan alkohol, atau bahkan demensia. Tak masalah, toh saya siap dan menikmatinya. Dan perasaanmu? Sssstt!! Itu privasi. Boleh sekali kalau mau kamu simpan sendiri ;)
Love,
Inke
No comments:
Post a Comment