Saya sudah pernah bersikap berani, dan jatuh. Agak berbeda dengan beberapa orang yang sepertinya punya kesulitan untuk memulai, saya justru cenderung sulit untuk berhenti. Beda juga dengan mereka yang kadang sulit melakukan apa yang dikatakan, saya sepertinya terlalu banyak melakukan dan tak banyak mengatakan. Akhirnya miskomunikasi, dikira saya seenaknya sendiri. Entahlah, mungkin memang iya, tapi saya tidak menyadarinya. Yang jelas, kalau diurai secara obyektif, memang sebenarnya saya tidak salah karena melakukan. Yang salah adalah karena saya menganggap saya kenal baik dengan diri saya sendiri. Yah. Kadang tidak selalu.
![]() |
| tu kan malah pusing kalau kebanyakan gelar.. |
Saya tidak bisa bilang bahwa saya bukan orang ambisius, karena kenyataannya saya ambisius dan (sering) perfeksionis. Agak.. ada kekhawatiran juga setelah melihat twitwar beberapa hari yang lalu: masa iya sih nanti saya bakal jadi seperti itu juga? Masalahnya, saya suka sekolah. Dan saat (nanti, semoga segera. Amin) saya sekolah (lagi), kemungkinan saya akan dapat gelar. Mungkin satu, mungkin dua sekaligus. Dan kalau nanti saya melanjutkan lagi, mungkin jumlah gelar saya akan sama dengan si ibu itu, meski tanpa Hj –which i dont really give a damn about. Apa iya saya juga akan menjadi orang yang keberatan gelar (padahal Gelar yang mas2 pianis itu enteng lho. Pinter banget pula sekolahnya).. Masa iya nanti saya akan menjadi orang yang tuding sana tuding sini menjelek-jelekkan orang lain? Na’udzubillahimindzalik. Jangan sampe dah. Ambisius sih oke, sekolah sampai teler juga sepertinya tidak salah, tapi sejauh ini, saya masih berusaha agar berangkat sekolah itu benar-benar untuk ilmunya. Bukan untuk nilai A, bukan juga untuk titel segambreng. Entahlah. Kadang saya bingung kenapa orang suka pamer titel sana sini. Saya cuma punya satu titel dan kadang rasanya itu sudah membuat gap yang semacam besar antara saya dan hal-hal yang saya suka. Contoh? Banyak: jalan kaki ke mana-mana, pakai baju tanpa lengan, bertingkah pecicilan, nonton konser band, bertemu orang di jalan dan menyapanya dengan “huwoooii!!”, berperilaku bokek dan kere, joget-joget otomatis kalau ada musik disko.. Banyak. Saya menghargai gelar yang saya punya karena meskipun saya tidak mendapatkannya dengan darah dan keringat *ups* otak saya sepertinya cukup terkuras untuk mendapatkan gelar itu. Tapi.. tanggung jawabnya nggak enteng juga, dan buat saya kadang itu jadi semacam beban moral.
Saya sudah pernah bersikap berani, dan jatuh. Semacam bukti bahwa saya belum 100% mengenal diri sendiri: mengambil keputusan berani, yang ternyata tidak mampu saya eksekusi dengan baik. Ya mungkin ada sih faktor salah dari keadaannya, tapi faktor dari saya juga pasti ada (mungkin banyak :p). Masih untung saya ‘diselamatkan’ oleh track record yang relatif bersih dan lurus meskipun tidak selalu mulus. Dan kehidupan pun berjalan terus. Tentu saja, saya berusaha untuk selalu memperingatkan diri saya untuk LEBIH hati-hati. Mengapa LEBIH? Karena dalam keadaan biasa, sebenarnya saya sudah relatif cukup berhati-hati, rasional, dan berusaha sekali untuk tidak impulsif; tapi kadang itu juga belum cukup.
![]() |
| kepleset happens. jatoh deh.. |
Saya tidak bisa bilang bahwa saya tidak pernah ceroboh. Sering, tentu saja. Menurut saya, membiarkan diri saya melakukan kesalahan itu merupakan salah satu cara untuk belajar. Bagaimanapun, seperti yang beberapa kali di-implisit-kan oleh pengajar saya waktu kuliah, kalau mau belajar dari kesalahan, janganlah kesalahan itu kesalahan yang fatal. Maka saya berusaha mengenali dan melakukan estimasi: mana kesalahan yang kira-kira fatal, dan mana yang tidak. Tentu saja saya juga pernah salah estimasi –karena saya juga masih belajar- dan menjadi fatal. Masih untung fatal-nya itu bukan yang sifatnya hidup dan mati, tapi sebatas.. apa ya.. semacam fatal untuk saya sendiri. Tidak apa-apa, i got along with it. Yah. Meskipun agak kapok juga.
Saya sudah pernah bersikap berani dan jatuh. Saya ingin terus bersikap berani, dan saya tidak mau jatuh lagi. Wajar, semua orang juga seperti itu. Bagaimanapun, dunia pastinya tidak akan berjalan sesuai kemauan saya. Sebagian karena kemauan saya pasti relatif sempit, tendensius, dan tidak akan applicable untuk semua makhluk di semesta ini. Sebagian lainnya karena.. hidup mungkin punya caranya sendiri untuk ‘memaksa’ saya dewasa –entah saya mau atau tidak. Mungkin nantinya saya harus mengurangi keberanian, atau menjadi lebih berani. Mungkin juga saya akan lebih banyak jatuh, atau hanya sedikit, atau mungkin tidak sama sekali. Tidak tahu, saya hanya bisa percaya. Bukan percaya bahwa semua akan baik-baik saja, tapi percaya bahwa ada ‘kendali’ yang lebih luhur di atas saya, yang lebih tahu yang terbaik untuk semua makhluk-Nya. Jadi nggak pantes lah kayanya kalau saya meminta yang terbaik untuk saya saja.. Nggak boleh egois. Nanti kalo dibales di-egois-in sama makhluk-makhluk lain se-semesta, bisa modyar juga saya.. Hedeh. Amit-amit jangan sampe..
![]() |
| emang paling enak nyanyi aja dah.. |



No comments:
Post a Comment