Ada pertanyaan yang semakin saya cari semakin saya bingung apa jawabannya. Pertanyaan ini lebih mendasar daripada “orang SEPERTI APA yang saya cari untuk pasangan hidup?”; pertanyaan ini adalah, “BUAT APA saya butuh pasangan hidup?”
Jawaban standar mungkin “kalau sendirian kan nggak enak”, “buat diajak berbagi” dan berbagai variasi kalimat dengan isi yang kurang lebih sama dengan kedua jawaban itu. Entahlah, saya tidak terlalu bisa mengingat jawaban lainnya; mungkin karena memang saya memang belum pernah tahu dan merasakan punya jawaban. Meskipun begitu, saya cukup sadar bahwa upaya untuk menjawab pertanyaan ini punya potensi untuk menjadi sesuatu yang sia-sia: 1) Karena ini pertanyaan ‘bodoh’; 2) Karena banyak orang tidak bertanya dan toh mereka menjalani sesuatu-yang-mungkin-merupakan-jawaban dan baik-baik saja; 3) Karena ada isu-isu lain yang seharusnya lebih penting: skandal korupsi, kenaikan harga minyak global, fenomena jejaring sosial, atau upaya-upaya menciptakan gombalisasi paling trendi dan orisinil; 4) Karena pencarian ini telah berlangsung selama ratusan abad lamanya dan toh tak kunjung ada konsensus yang tercipta; dan lain sebagainya.
Tidak masalah, karena buat saya, hari ini berlangsung dengan agak berbeda. Saya menemukan satu jawaban yang bisa valid, bisa tidak; dan seiring saya brainstorming untuk mencari jawaban-jawaban lainnya, mungkin akan ditemukan jawaban-jawaban yang semakin valid, atau semakin ngaco. Entahlah, yang jelas saya sudah berusaha. Apa yang terjadi pasca usaha, sepenuhnya adalah hak Tuhan yang terlalu durhaka kalau saya ambil.
Jadi.
Saya butuh pasangan hidup agar nanti saat saya bahagia, ada orang yang bisa saya acak-acak rambutnya.
Yang akan (semacam) mengeluh dan bilang, “aduh apa sih” dan menghindar dari jangkauan tangan, tapi kemudian ikut tertawa bersama saya. Yang akan mengatakan hal-hal sarkastis tentang betapa mudahnya saya bahagia, memaparkan kemungkinan-kemungkinan tentang bagaimana happy moment itu akan segera berlalu, membuat saya jadi agak cemas dan waspada, lalu tiba-tiba tertawa sambil bilang, “dasar pencemas..” Dan saat itulah saya bisa tahu bahwa semua akan ‘baik-baik saja’. Tidak sepenuhnya mulus dan sempurna, tidak juga penuh makna, tapi pasti ‘baik-baik saja’. Dan... mungkin itu saja yang saya butuhkan.
Apakah itu sudah terlalu banyak?
No comments:
Post a Comment