Ada kalanya pagi hari menjadi saat yang berat. Saat
kerinduan yang tak tersampaikan menjadi mimpi yang mengesalkan saat mimpi itu
terhenti. Saat matahari masih berada di balik dinding-dinding rumah dan
pepohonan tapi saya sudah harus bersiap-siap mandi. Saat menengok papan catatan
harian di dinding dan melihat daftar pekerjaan hari ini. Saat saya menyalakan
musik, ikut bernyanyi, dan kemudian kesal mendengar suara saya sendiri yang
saat pagi masih seperti suara kodok puber yang belum dikebiri.
Tapi ada kalanya pagi hari menjadi saat yang dinanti. Saat
saya membuka mata dan ingat bahwa hari ini saya akan bertemu dedek-dedek gemez
mahasiswa. Saat membuka aplikasi expense manager dan menemukan bahwa ternyata
pengeluaran food and drink belum melebihi anggaran. Saat saya menyadari bahwa
masih ada waktu ekstra untuk menyetrika dan berolahraga. Saat mengecek HP dan
mendapatkan pesan ucapan selamat pagi yang tak terduga. Saat lagu Addicted to a
Memory mulai berbunyi dan akhirnya saya bisa memutuskan untuk.. ya sudahlah,
joget aja, nggak usah ikut nyanyi.
Lalu lagi-lagi siang dan sore hari memberi saya saat-saat
berat. Saat wi-fi di sekolah tidak lancar karena satu dan lain hal (kata S*nta
karena ada UFO). Saat mendadak ingat bahwa ada tugas yang seharusnya
dikumpulkan hari itu dan ternyata belum saya kerjakan *ups*. Saat ada pesan
yang tidak diharapkan yang mengatakan bahwa saya terlalu banyak online di
tempat kerja *zzz kamu tahu apa?* Saat pergi makan siang, merogoh saku jas
mencari dompet, tetapi ternyata tidak ada dompet di sana. Saat sedang bermaksud
curhat atau menyampaikan aspirasi dan malah balik dicurhatin atau ditolak
mentah-mentah dengan argumen non evidence-based penuh distorsi kognitif hingga
berakhir dengan membatin, “Halah yombuh karepmu. Aku mbalik TRGan wae. Hih!”
Saat ngabsen dan mesin absen sidik jari terus-menerus berkata, “coba lagi”kaya
saya lagi ikut undian pemenang TTS majalah Bobo. Saat order g*jek untuk pulang
sekolah, dan datangnya lamak. Saat mau mandi dan ternyata pembersih muka habis.
Saat akan ganti baju tapi baju yang ingin dipakai masih di tumpukan baju kotor.
Tapi siang dan sore hari bisa juga menjadi momen-momen
interaksi yang inspiratif. Saat ada presentasi ilmiah yang disajikan lengkap,
dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dan menjadi bahan diskusi yang menarik. Saat
ada dialog-dialog tentang sekolah, idealisme, dan rencana-rencana di masa depan
yang diselingi dengan curcol nggak jelas sambil joget katarsis atau role play
menirukan makhluk-makhluk yang sedang dibicarakan. Saat ternyata ada yang mau
bayarin dulu saat saya lupa bawa dompet ke tempat makan. Saat mendapat e-mail
yang menginformasikan bahwa saya diterima untuk sesuatu. Saat bisa ng-AC
gratisan di tengah panasnya cuaca Denpasar karena saya berada di dalam lingkungan
rumah sakit. Saat ada yang bertanya sesuatu dan ternyata saya bisa menjawab
meskipun dengan agak sirkumstansia. Saat sweeth tooth saya lagi ngidam sesuatu
dan ternyata ada oleh-oleh dari mana kaden yang manis-manis di atas meja ruang
residen. Saat saya lupa apa saja yang perlu disiapkan untuk presentasi ilmiah,
dan ada dedek-dedek gemez pencemas tapi siaga yang siap membantu. Saat mesin
absen sidik jari tumben mau bekerja sama dan hanya satu atau dua kali
mengatakan “coba lagi”, dan selanjutnya langsung “oke!” Saat bapak g*jek datang
cepat beserta atributnya yang lengkap untuk mengantar saya pulang sekolah
dengan selamat.
Lalu malam hari kembali memberi saya momen-momen berat. Saat
saya menemukan di FB bahwa si kampret (tapi ganteng) nge-like2 doang tapi tak
kunjung datang padahal I’m in a huge need of a good long hug. Saat menghitung
pengeluaran dan ternyata anggaran harus di sana-sini disesuaikan. Saat saya
duduk diam dan merasa kelelahan karena dari sekian puluh hal yang saya
usahakan, belum satupun memberikan hasil seperti yang diharapkan; tapi saya
masih tetap harus bertahan. Saat pesan yang saya tunggu tidak datang dan yang
datang malah yang tidak saya nantikan. Saat back pain hanya terlegakan dengan
berbaring, dan ujung-ujungnya sampai pagi saya ketiduran.
Tapi malam hari juga bisa menjadi momen penuh rasa syukur. Saat
saya bisa meyakini bahwa beberapa hasil memang perlu waktu untuk menampakkan
diri. Saat Bu Susi, Pak Pur, atau Dik Pungki pamer habis beli sesuatu dan
tampak sangat menikmati apa yang dibeli. Saat Dendy tiba-tiba kesambet dan
beralih topik dari cerita perjuangan akreditasi tanpa henti menjadi kuliah
tentang broadway, vlog youtube popular, atau pembahasan konser artis 90an yang
akan datang ke sini. Saat teman-teman saya para ibu muda perkasa berbagi foto
dan cerita tentang bocah-bocah lucu yang sudah mulai pecicilan dan lari
sana-sini. Saat saya bisa berbagi mimpi dan cerita tentang sekolah atau
pekerjaan dengan mbak-mbak cerdas berkepribadian diselingi rumpi-rumpi tentang
mas-mas lucuk atau mau ke mana setelah tahap ini. Saat saya bisa tidur dalam
keadaan sudah mandi.
Jadi begitulah.
Semuanya sementara, dan itu tidak jelek juga.
Semuanya akan cenderung berimbang, dan itu tidak apa-apa. Saya sudah punya
semua hal penting yang saya perlukan. Setidaknya sampai titik ini, saya bisa
bilang: saya bahagia; dan seringkali, itu sudah cukup.
No comments:
Post a Comment