Saturday, 18 January 2025

난 널 조금 더 생각해

Dulu saya mikirnya kalau jadi dosen itu ya udah ngasih kuliah, kadang ngomelin mahasiswa yang bandel, bikin-bikin buku ajar atau modul, ngoreksi kerjaan mahasiswa, riset tipis-tipis, gajian... udah. Setelah kerjaan selesai, pulang terus either karaokean di rumah atau daydreaming sambil nulis-nulis. Terus gajinya disimpen buat nonton konser sama jalan-jalan. Gitu aja diulang terus kayanya saya juga ga bakal bosen karena makhluk distractible dan mudah excited kaya saya tu biasanya bakal nemu aja sesuatu yang bisa menarik perhatian dan bikin excited setiap harinya, so I don't expect to get much fun from the my environment; no worries, I can make the fun(s) myself.

Cuma ternyata...
Waktu saya kuliah dulu, sempat ada lecture yang bilang bahwa cara terbaik buat belajar adalah dengan mengajar, dan ternyata memang iya. Dengan jadi pengajar ternyata saya malah banyaaaaakk belajar. Yang kadang agak overwhelming, belajarnya itu kadang nggak hanya tentang sains-nya, tapi juga tentang... hidup. Apalagi, I had (and still have, to some degree) the chance buat (sok-sokan) ngajarin orang lain tentang cara hidup yang baik dan adaptif itu kaya gimana, which turns out to be.. kadang saya yang justru banyak belajar dari mereka yang saya ajarin. In some special occasions, pembelajarannya tu bahkan kaya buwanyaaak dan heartwarming that I feel like.. wow, do I really deserve this kind of honor? I can't..

Gitu. Dan di 2024 yang baru saja berlalu ini... the honor is somewhat.. overwhelming T_T


Pertama, saya beberapa kali dapat kesempatan buat nulis surat rekomendasi buat makhluk-makhluk yang mau daftar sekolah atau daftar program non degree apa lah gitu. Overwhelming-nya kenapa? Karena orang-orang yang saya tulisin rekomendasinya ini kerennya sungguh beyond words and to date I still think, why me? Kenapa yang mereka minta ngasih rekomendasi itu saya yang notabene bukan siapa-siapa dan tentunya masih jaooooh sejaoh-jaohnya jaooohh dari being internationally acknowleged, yang artinya, IMO, I actually have no legal standing whatsoever buat membantu mereka biar tampak 'legit'. Namuuuun, karena mereka percaya, ya saya usahakan sebisanya buat actually nulis surat rekomendasinya. Escribí muy fácilmente karena nge-list ke-keren-an mereka itu bahkan lebih gampang daripada nge-list album The Real Group dari masa ke masa saking jelasnya dan saking banyaknya 멋진 것들 yang sudah mereka kerjakan. I actually feel a bit concerned, apa kalau mungkin (nantinya) mereka nggak keterima (semoga enggak kejadian, aaamiiinnn), penyebabnya adalah gara-gara dokumen CV-nya ternoda surat rekomendasi yang datangnya dari remah rengginang di kaleng Khong Guan macem saya instead of someone else more reputable? Ya semoga enggak lah ya. Yah tapi kalau apes-apesnya ada hal-hal tidak diharapkan yang terjadi, I still wish all the best for them in the future. Mostly because they deserve that, and a 'lil part is because IMO they should've been given the luck as a reward for having had me included as a part of their heartwarming and pride-providing journey. Again, I'm honored and deeply thankful.

Kedua, kapan hari saya diajak diskusi laporan kasusnya adek jiden yang pakai psikoterapi psikodinamik buat menangani pasiennya. Lapsusnya keren abeees gelaaaak dan guweh langsung kontemplesyen dong, kenapaaaa saya menghabiskan sebagian besar masa jiden madya saya dengan kakehan tinderan fokus ke CBT dan kaya blaaass ra ngerti per-psikodinamik-an? Baca ego psychology sama self psychology aja tu yaaa baru kapan hari pas mau bawain kasus buat didiskusiin di forum diskusi psikoterapi which itu terjadinya setelah sekitar 5 tahun saya jadi Sp.KJ wkwkwk. Rasanya kaya.. damn, I have lots to learn to catch up... tapi aku males sinau 😭 Tapi kalo ga sinau nanti goblognya kebangetan dan itu big no no tapi maleees teros gemana dong 😭😭😭 *dahlah

Ketiga, 'anak' saya yang paling rajin konsul selama 6 tahunan masa perkuliahannya, hari ini 'laporan' di zoom, dan bilang kalau di tempat barunya sekarang, yang mostly menguras energinya akhir-akhir ini adalah mikirin gimana caranya biar nanganin pasiennya bener. Again I am reminded about betapa makhluk ini hobi bangeeet mikirin orang lain, many times sampai bener-bener ga tau gimana caranya mikirin diri sendiri. Dia juga cerita kalau (sepertinya) dia cukup bisa beradaptasi dan making friends sekalipun di tempat yang sepenuhnya baru dan ketemunya dengan total strangers, dalam waktu yang IMO relatif singkat kalau mempertimbangkan riwayatnya yang pas kuliah dulu struggling adaptasinya tu sampai 4 semester-an kayanya. Yang dulunya emosinya relatif sulit dikontrol dan partisipasinya dalam kegiatan-kegiatan kampus cenderung on/off karena sepertinya cukup emotion-dependent.. sekarang sudah bisa relatif lancar melakukan tugas dan (katanya) tinggal belajar dikiiit aja lagi buat ngatur ekspresi mukanya biar nggak terlalu ngetarain kalau lagi ngerasa nggak enak. Dulu, bikin manusia ini pingin hidup aja tu susaaaah, dan sekarang dia sudah bisa jaga hidupnya sendiri DAN willingly making efforts buat njagain hidupnya orang lain (i.e. pasien-pasiennya). Most importantly (buat saya), sekarang kayanya dia sudah lebih bisa bersenang-senang dan nggak lagi memancarkan aura "ngapain seneng2 kalau habis ini toh sedih lagi?" 진짜 잘 피어나서 난 너무 행복해 💗 Kalau versi wahamnya, rasanya kaya... wow... berhasil gue ngedidik anak biar jadi orang bener... wkwkwk
 


Begitulah. Jadi meskipun saya mengawali 2025 dengan feeling mediocre (which is actually fine but at the same time I wonder if I should scold myself about being mediocre and make some change about it but also I'm still too lazy to think things through to actually proceed with the change jadi kek yoweslah ngko wae :p), saya 괜찮아 karena I'm a part of great stories anyway, despite mung seuprit. Sudah cukup lah buat fuelling my grandiosity biar tetap bisa staying afloat dan mempertahankan buat feeling swag meskipun sakjane yo embuh wkwkwkwk

No comments:

Post a Comment