DISCLAIMER:
ada BANYAK omelan dan kata2 serupa 'kata mutiara dunia setan' di sini, jadi kalo kelen lagi sensi atau laper atau butuh pencerahan, jangan di sini cari siraman rohani dan ketenangan jiwanya; GA BAKAL DAPET π
Setelah dibaca ulang, ternyata tiga dari empat resolusi 2024 saya GAGAL wkwkwkwk.
Resolusi pertama untuk lebih banyak membaca dan menuliskan hasil bacaan sampai selesai jadi paper
Resolusi kedua tentang lebih sering diterima buat donor darah ternyata LEBIH GAGAL dibanding tahun sebelumnya which is koyoke aku orak donor blas sepanjang 2024. Bonus point, kalau sebelumnya saya biasanya ditolak HANYA karena belum bisa keluar dari identitas sebagai sobat tensi minimalis, tahun 2024 ini saya ternyata dapat identitas baru sebagai sobat anemis Indonesia karena pas mau donor, selain tensinya, ternyata Hb-nya juga kurang π I mean I think I ate okay, I maintained enough water,
Resolusi ketiga tentang balikin LHDM dan skripsi tepat waktu itu.. emang masih susah ya bund π’
I mean, ada sih sediiiiikiiiitt LHDM yang saya balikin dan waktu tunggu koreksian skripsi saya sebenarnya sediiiikiiiitt memendek dari sebelumnya, tapi ya.. I need to work better on this lah. Diatur lagi jadwalnya. Yuk bisa yuk..
I mean, ada sih sediiiiikiiiitt LHDM yang saya balikin dan waktu tunggu koreksian skripsi saya sebenarnya sediiiikiiiitt memendek dari sebelumnya, tapi ya.. I need to work better on this lah. Diatur lagi jadwalnya. Yuk bisa yuk..
Resolusi keempat tentang keeping the streak and my place in the Diamond League di Duolingo itu.. sebenernya ga gagal-gagal banget sih. Streak masih jalan meskipun dengan ntah berapa streak freeze yang kepake dan I was only demoted to the Obsidian league for a week, tapi ya.. let's call it a failure gapapa soalnya saya ga se-sebel itu sih kalo fail dalam hal ini wkwkwk
However, wish list-nya ternyata terkabul bund, meskipun yang satunya relatif masih parsial dan yang satunya not exactly di 2024 terkabulnya, tapi ya gapapa. It still feels good π
Yang not exactly di 2024 itu adalaaaaahh, nonton konser Seventeen dan kali ini kutydack PHP dalam hal menulisken reportase menonton konser π
Meanwhile, yang relatif parsial itu adalah when I mentioned in my 2024 wish list that I kinda wanna have more efficient and organized psychotherapy sessions. Well I'm still not having them, buuuttt in 2025 I have finally completed pelatiyan intensip DBT setelah setahun lamanyaπππ and I think this training teaches a lot about how to structure a psychotherapy. Not only that, it also feels great for at least two other reasons.
Pertama, jadi kaya punya support system baru, karena di training ini kita di-grup2in gitu dan suka ga suka selama setahun tu harus bonding sama teman segrupnya in a supportive manner (karena itu bagian dari tugas pelatihannya wkwkwk). Mungkin emang di awal kerasa kaya tugas aja ya, tapi semakin lama karena kebetulan orang2nya mostly seru, well-intentioned, dan pada semangat juga belajarnya, akhirnya jadi kaya ada sirkel baru yang positip vaib gitu lo... yang bisa saling surhat, dan kalo mau saling kritik tu 'terkondisikan' buat membahasakan kritiknya se-matter-of-fact mungkin dan sebisa mungkin mengkritiknya harus tetap mengandung validasi (ini juga pelajaran dari pelatiyannya wkwkwk), jadi being criticized itu jadi less scary dan (at least di saya ya) rasanya jadi less reluctant buat being defensive juga karena kaya.. hlah ngapain guweh depensip orang ga ada yang nyerang? Waham curiga dong guweh kalok depensip... Kek gitu kira2 rasanya. Jadi akhirnya 'kepaksa' melatih diri buat chill, wise, santuy, ga ngegas-an, woles, dan segala teman2nya itu... dan ya ofkors the more I practice it, the more I internalize it jadi saya ngerasanya juga jadi bisa lebih sabar. Makanya meskipun negara dan situasi sekitar lagi totally like π© status WA saya tetep mostly kpop aja dan mostly masih bisa nahan diri ga terlalu ikutan ngomenin negara karena sesungguhnya saya sedang merencanakan untuk kabur sejauh2nya dari negara durjana ini ngiahahahahahahahahahaha *ketawa mertua antagonis sinetron Indosiar.
Kedua, saya jadi dapat validasi yang lebih holistik untuk letting go and this state of letting things go has somehow given me the feeling that I realized I haven't felt for quite a long time: FREEDOM. The genuine and heartfelt kind of freedom. Trus jadi keinget lagu lamanya Madonna yang judulnya "The Power of Goodbye." Saya jadi sadar kalo this song didn't really 'mashok' into me when I was a teenager, tapi sekarang jadi lebih mashok, terutama di lirik yang bilang:
"Freedom comes when you learn to let go, creation comes when you learn to say no"
dan mungkin ada benernya juga kalau di chorusnya ada lirik "there's no greater power than the power of goodbye" karena mungkin memang iya. Saya juga jadi mikir apa jangan2 ini pertanda bahwa saya beneran harus lebih banyak baca kitab dan ajaran Buddha karena kayanya salah satu ajarannya kan adalah bahwa penderitaan itu datang dari keterikatan aliyas ketidakmampuan untuk letting go *now auto playing: scene spiritual awakening: cahaya ilahi muncul dari ujung layar diiringi sound effect penanda enlightment dan blink blink surgawi berpendar di seluruh layar *self tampar *biar kembali ke dunia nyata.
Nah karena at this point I feel more at peace for letting go ini, plus ada reminder juga pas pelatihan bahwa "kalau orangnya ga mau komitmen terapi, gosah maksa buat playing God and trying to rescue everybody. let go aja, beresin yang dalam kapasitasmu buat beresin; yang di luar itu gosah", jadinyaaa I feel waaaayyy less guilty about not being able to take care of everything dan saya merasa jadi semakin bisa memantapkan posisi sebagai anggota komplotan setan (read: apapun yang kalian lakukan, saya perSETAN) dan anak gwenchana (read: elo taroh dramak kehidupan kaya apapun on my table, guweh gwenchaaanaaaa... *now playing: back sound piano mi fa mi do re).
IMO lumayan banyak hal2 yang akhirnya saya let go habis pelatihan ini (dan surprisingly saya tetap gwenchana):
1 Keinginan buat ke yurop bulan Oktober tahun ini (karena ternyata setelah dihayati lagi, pada titik ini ternyata saya lebih suka lihat saldo rekening yang memadai dibanding lihat bule2 tamvan bertinggi badan sangat memadai)2 Pasien-pasien yang hobi nge-ghostingtapi sekalinya datang dramaknya beneran kek sepuluh season dirapel ditumplekin jadi satu(karena reminder yang saya bilang tadi kan: if you're not that much into doing it, then we're not doing it and I'm fine with that)3 Kebiasaan untuk mendengarkan dengan sangat empatik dan sangat memvalidasi (karena kata trainer dan referensinya, kalo seumur2 terapi isinya validasi dan acceptance doang, biasanya progressnya lambat dan elu burnout duluan sebelum bisa making any changes trus terapinya malah gagal).4 Keinginan buat kembali ke "ngambis mode" ala jaman nom2an mbiyen, which surprisingly doesn't make me feel 'degraded', karena ternyata.. ngambis mode yang sempat saya rencanakan kemaren itu adalah ngambis mode yang disusun berdasarkan construct kemaslahatan masyarakat instead of the fun-kind of ngambis mode that makes me love being myself when I'm doing it. Jadinya kaya I have the realization to reorient myself to redefine my favorite kind of ngambis mode dan.. it's fun! To my surprise, I could (relatively) easily come up with plans for ngambis mode yang μ§μ§ λμκ² μ μΌμ¬ and I'm happy about it π
Jadi begitulah. I let go of things, dan ternyataaa ada beberapa hal yang sebelumnya tetap saya kerjakan meskipun saya ga suka karena itu wajib, yang... ndilalahnya, karena perubahan aturan ini itu di tengah pemerintahan yang mbelgedes ini, jadi let go of me so I don't have to do those things anymore yay!
Satu, 'membership' di suatu tim yang ga jelas jobdesc, kewenangan, dan potential benefitnya (note: remun ga dihitung benefit karena yang pegang ATM penerima transferan remun saya kan bukan saya π)
Dua, membimbing skripsi wkwkwkwkwkwk. No, ofkors I don't hate membimbing skripsi in itself karena I like learning and the best way of learning is by teaching, right? Tapiiiii saya tu capeeeekkk berkali2 harus merasa prihatin atau esmoshit gegara berbagai hal.
Pertama, mahasiswa ikut kelompok riset dosen, dan riset skripsi mereka to a huge extent idenya uda dikonsep di kelompok riset itu, dan (saya ngerasanya) mereka kurang gigih memformulasikan argumen mereka biar the importance of their studies itu jelas... and I have to settle with "ini dari kerisnya seperti ini Dok." I mean, guweh tu yaaa, kalo nanya ini itu buat ngejar elu sampe ke ujung dunia buat dapet jawaban tentang "kenapa penelitian saya penting?" itu yaaa, tujuannya buat ngajakin eluuuuu biar membiasaken punya critical thinking dan responsible ama tulisan eluuuu. Secara yeee, rata2 pas elu nulis skripsi tu umur lu uda umur dewasa kan yak... jadi ya tanggung jawaaaaab sama tulisanmu deweee, jangan alasan kerisnya lah, dosennya lah... kek bayik tauuukk kalok kaya gitu tuuuKedua, mahasiswa ikut kelompok riset dosen, terus sudah ngambil data sebelom proposalnya dia beres, terus habis gitu proses riset dan penyusunan karya ilmiah secara keseluruhannya tu nggak dihayati bener. Ngajuin permohonan telaah etik ya sekedar surat aja, ga dihayati bahwa telaah etik itu tujuannya untuk melindungi subjek, bahwa asal muasalnya telaah etik itu ada tu adalah karena ada azas kemanusiaan yang harus dihargai dan dipastikan tidak dilanggar dalam penelitian ini... Terus nulis rekap data di lampiran skripsi sembarangan: data yang ditampilkan ga cocok sama data yang dibilang mau dicari di bagian metode penelitiannya lah, dengan entengnya nama dan alamat asli atau poto muka responden dijembreng gitu ajah (ngerti azas CONFIDENTIALITY ga seh? π‘). Terus kadang datanya ga valid dan ga diinterpretasi tapi maksa tetep pake data itu karena kelompok risetnya uda selesai proses pengambilan datanya, tanpa ada precaution yang cukup tentang generalizability dan usability data itu, dengan alasan "saya ngejar koas yang batch x Dok." Kalau saya pribadi, ngerasanya kalo mempublikasikan suatu konklusi yang sebenarnya belum bisa jadi konklusi tanpa bilang "ini belum final" itu ga jauh beda sama nipu, so I'm not gonna do that. Teruuuus, yang namanya penelitian itu, kalo di tengah jalan ada satu dan lain hal yang bikin penelitiannya harus ganti metode atau ganti data atau semacamnya, ya emang bisa kaya gitu. Kalau itu terjadi, ya udah, di-acknowledge, dilakoni perubahannya, dijelaskan prosesnya di laporannya. Tapi ya gitu... kadang di-acknowledge tapi ga dilakoni perubahannya, in the name of "ngejar koas batch x" hingga endingnya ya itu tadi: konklusi yang tidak konklusif. Tapi ya gemana yak... itu bukan penelitian guweh, yawda keputusannya bukan di guweh. Seterah elo aja lah πKetiga, again for the sake of "ngejar koas batch x" atau "ngejar yudisium tanggal x", publikasi ilmiah dari skripsi di-submit ke jurnal dengan mencantumken nama guweh tanpa guweh pernah baca draft naskah publikasinya sekalipun. Ini kan artinya nggak aware ya, bahwa naruh nama itu artinya pasang badan alias tanggung jawab atas apa yang ada di tulisan itu. Gotta say, saya merasa didholimi ya kalo ini kejadian, karena ujug2 saya harus tanggung jawab buat sesuatu yang saya nggak tahu tu like... how? How can I be held responsible for something that I don't even know existing? Padahal ini bisa berdampak ke linearitas publikasi saya, ke track record expertise saya yang bisa jadi difus kalo ada banyak artikel yang namanya nama saya tapi topik expertise-nya bukan topik saya. Gemana caranya saya bisa membangun reputesyen di bidang keahlian tertentu kalo topik publikasinya di segala bidang? Ini track record keilmuan yang mau dibangun, bukan supermarket. Even worse, kalo artikelnya atau abstrak artikelnya bahasa enggres trus terjemahane wuelek. Wow sungguh double kill: selain mengancurkan reputasi saya sebagai profesional di bidang kesehatan, hancur jugaaa reputasi saya sebagai PENERJEMAH TERSERTIFIKASI NASIONAL HPI. Like... makasih lho, sudah meng-ambyar-kan CV digital saya secara multidimensional. Sungguh sangat berdedikasi...
Jadi begitulah.
Dengan berbagai hal yang ter-let-go itu, sepertinya mental load dan attachment saya to people and things cukup banyak berkurang. As mentioned earlier, I feel free. My mind... somehow... has re-found ways for being creative and 'out of the box'; something I haven't felt like possible for a kinda long time. Emang sih kalau saya lagi 'out of the box' itu kadang bikin orang menderita, tapi yawda lah ya, ga tiap hari ini guweh bikin orang menderita... *argumen macam apa ini?
Anyway. Saya jadi bisa bikin rencana yang (buat saya) seru untuk menjalani 2025 yang 1st quarternya penuh berita korupshit dan oplosan ini. Saya jadi lebih pede buat berencana bahwa I'm not gonna be traveling a lot this year; I'll save the cash instead.
I'll stay home and read a lot, learn a lot, and feel swag for being smarter.
I'll listen better to the music, appreciate it better, and indulge myself more in the beauty of sounds.
I'll pay better attention to details in life that I might have missed all these times; take better care of them, and be more thankful of their presence.
I'll get my homework done, especially the ones that have been delayed for sooo long.
I might write more, translate more, conduct better therapy sessions, create more, and play more.
I can't say that I'm 100% ready yet, but I'm excited coz fo' sho', the best is yet to come.
2025 λ
νμ΄ν
!
No comments:
Post a Comment