Saya lupa sejak kapan saya mulai kehilangan kepercayaan pada
kata-kata. Mungkin sejak nonton Lie To Me, waktu Cal Lightman bilang, “average
homo sapiens tells three lies in every ten minutes.” Di satu sisi ini membuat
saya lebih mudah memaafkan diri –dan orang lain- saat merasa dibohongi, tapi di
sisi lain tentu saja saya mulai bertanya satu hal klise: if indeed we’re built
of lies, then what do we have to hold on to? Belakangan saya menemukan jawaban
atas pertanyaan itu: faith. Keyakinan yang kita percayai baik, itulah yang
benar. Tentu saja tidak akan sama antara satu orang dan lainnya, tapi.. ya
begitulah. Ternyata kebenaran itu plastis. Akan ada kebenaran-kebenaran lain
yang menggantikan kebenaran-kebenaran yang sudah usang, dan tugas saya sebagai
manusia adalah untuk mengapresiasi itu sebagai bagian dari ciri kehidupan,
yaitu selalu berubah. Jadi ya udah si ya, udah takdir, terima aja..
Saya lupa sejak kapan saya mulai kehilangan kepercayaan pada
kata-kata. Mungkin saat saya mulai merasa bahwa kata dan tindakan tidak selalu
jalan. Ibarat suara yang disonan, rasanya nggak enak. Tapi seperti komentar
MasNoenk tentang lagunya Eric Whitacre yang bagian awalnya penuh bunyi disonan,
kita tu perlu merasakan nggak enak dulu biar nanti kalau sudah enak, bisa lebih
menghargai apa yang ada. Iya juga si. Dengan lebih menghargai jadinya bisa
lebih nurturing, dan yang di-nurture itu biasanya outcome-nya lebih bagus
daripada yang dibiarkan liar aja. Ya udah si ya, terima aja..
Saya lupa sejak kapan saya mulai kehilangan kepercayaan pada
kata-kata. Mungkin sejak saya belajar bahwa persepsi terhadap kata, sama
seperti lainnya, adalah inferensi dari banyak hal yang ada di kita sebelumnya.
Tidak ada yang benar dari inferensi itu, karena tiap orang punya ‘modal’ inferensi
masing-masing yang tidak akan sama dengan orang lain. Kadang kata itu “in tune”
dengan afek dan tindakan, kadang tidak; pada akhirnya yang saya sikapi umumnya
outcome dari kombinasi atas hal-hal itu. Kata bisa menjadi signifikan, bisa
tidak, pada akhirnya tergantung bagaimana saya memaknainya. Ya udah, kan berarti saya bisa milih, ya
pilih untuk mengarahkan ke makna yang enak-enak aja lah ya, atau paling enggak
yang netral, biar situasi juga ga berubah jadi binal..
Saya lupa sejak kapan saya mulai kehilangan kepercayaan pada
kata-kata. Mungkin sejak saya sadar bahwa saya mungkin bisa punya ribuan
kosakata di otak saya, tapi toh akan ada momen juga di mana semua kosakata itu
jadi tak berguna: saat ketemu kamu.....
Jadi singkat cerita, sebenarnya saat ini saya sedang
mempertimbangkan pilihan mana yang kira-kira akan lebih bermanfaat untuk
memenuhi fungsi saya sebagai makhluk hidup yang perlu bereproduksi: 1) keep
writing and (kinda delusionally) believe that it’ll somehow get me to you; 2)
ke dukun minta pelet.
Well. It’s a pretty tough choice.. *mikir keras
No comments:
Post a Comment