Sehari sebelum konser The Real Group, saya sempat sangat emosional karena teman saya –si dokter PTT yang saat itu lagi liburan di rumahnya di Bandung- foto-foto dengan mas-mas paling ganteng se-Indonesia, dan saya mupeng berat. Agak kaget juga karena ternyata saya masih bisa selabil itu hanya karena semacam selangkah lebih dekat dengan yang saya idolakan. Selangkah-lebih-dekat aja labil, apalagi kalau ketemu langsung. Mungkin beneran kejang-kejang..
Menyadari hal itu, saya kemudian berusaha sebisa mungkin menenangkan diri. Iya memang saya benar-benar harus tenang karena: 1) ini perjalanan luar negeri saya yang pertama, dan saya pergi sendiri; 2) saya relatif lebih ngefans sama TRG dibandingkan sama band-nya mas-mas paling ganteng se-Indonesia itu, jadi ya.. bayangin aja. Gimana kejang-kejangnya kalau saya ga menenangkan diri. Hehe. Yah. Untungnya, setelah semacam memutus kontak sejenak dengan dunia luar, saya berhasil menenangkan diri untuk kemudian melakukan perjalanan dari kota saya ke Denpasar > Singapura... Hingga akhirnya sampai di SOTA Concert Hall dan menuliskan lapdangmat berikut ini :)
![]() |
SOTA Concert Hall - before the concert started :) |
Saat masuk ke dalam concert hall, saya langsung merasa ‘homy’. Panggungnya tanpa backdrop, menunjukkan bentuk aslinya yaitu balok-balok kayu warna semacam krem dengan beberapa gradasi. Kalau lagi main The Cube, saya selalu mendeskripsikan kubus saya seperti tersusun dari balok-balok kayu seperti yang di concert hall itu. Entahlah. Saat itu saya semacam semakin yakin bahwa memang saya ditakdirkan berada di sana despite all the backaches caused by the kinda-long journey and/or the amount of money i have to owe. Haha. Saya semacam merasa terberkati, dan semakin merasa terberkati saat lampu penonton dipadamkan, dan om-om serta tante-tante TRG nongol di panggung dan menyanyikan lagu pertama:...
Note: semua video yg saya attach di bawah ini sekedar memberi gambaran tentang lagunya. Penampilan mereka di konser yang saya tonton kemarin adalah JAUH lebih bagus.
Song 1: Pass Me The Jazz
Begitu not pertama dibunyikan, saya langsung mau nangis. Baguuuuss bangeeet, lebih oke dari MP3-nya. Blending-nya blending mampus. Kalau nggak ingat bahwa saya punya ‘tanggung jawab moral’ untuk bikin lapdangmat, mungkin saya nggak bakal mau repot-repot mendengarkan voice-by-voice karena toh mereka terdengar sangat heavenly saat bunyi bareng-bareng. Lagu yang tight dan happy jazzy ini dinyanyikan dengan sangat effortless, lebih effortless daripada bacain dongeng sebelum tidur ke Tata yang sudah setengah merem. Haha. Padahal kalau saya kadang coba ikutin nyanyi lagu ini, apalagi sambil ikutan jalan-jalan seperti mereka, mak. Nafasnya kaya kececer di mana-mana. Padahal mereka umurnya sudah berapa, saya masih berapa. Jadi malu..
Song 2: A Lifetime Takes A Lifetime to Fulfill
Untuk lagu kedua ini, lead vocal-nya adalah Morten, yang menggantikan Peder di bariton. Ternyata Morten baguuuuss. Karakter suaranya lebih tegas, tapi nggak bikin lagunya jadi berat juga. Kalau Peder yang nyanyi, lagu ini buat saya cenderung terasa ‘galau’ kontemplatif, jadinya ‘dalem’. Dinyanyiin Morten, lagunya jadi seperti narasi perjalanan yang potensial untuk menjadi epic, jadinya ‘heartwarming’. Hehe. Yah. Relatif 11-12 lah antara Morten dan Peder. Dan sebagai fans TRG yang pernah sempat meragukan Morten, dengan lagu kedua ini saya menyatakan sepenuhnya percaya pada Morten untuk menggantikan Peder :)
Beda dengan aransemen di album, aransemen live untuk lagu ini nggak dibuat ‘progresif’, tapi justru sudah tight sejak awal gara-gara bunyi perkusi dari mulut om AE. Saya nggak tahu apa mungkin om AE punya kantong udara tersembunyi atau gimana, yang jelas itu nafasnya powerful sekali. Semacam mengagumkan juga bahwa berbagai bunyi itu bisa keluar dari satu mulut –atau mungkin selain bawa kantong udara om AE juga bawa midi big band tersembunyi? Entahlah. Yang jelas lagu ini dibawakan dengan oke sekali, dan merupakan lagu favorit saya untuk babak 1 :D
Song 3: Bumblebee
(Anders Edenroth; The Real Album, 2009).
Lagu dibuka dengan narasi dari Emma yang bilang bahwa lagu ini mengekspresikan apresiasi terhadap segala keajaiban dalam hidup, baik yang tampak maupun yang kadang hanya bisa kita rasakan. Saya sudah siap-siap nangis bombay karena pada masa-masa PMS biasanya saya nangis kalau nyetel lagu ini. Apalagi kalau sambil lihat partiturnya, dan baca catatan dari om AE di bagian belakang teks. Touchy abis gt footnote-nya.. Untungnya lagu ini dibawakan dengan tidak terlalu sukses, jadi SOTA Concert Hall nggak perlu kebanjiran air mata saya :p
Tentu saja, nggak sukses-nya itu ukuran TRG lho, bukan kaya kita para penyanyi amatir yang nggak sukses karena fales/nggak kuat nadanya/lupa lirik/sejenisnya. Nggak tahu juga, lagu ini semacam meant to be nggak sukses di konser ini. Awalnya kayanya salah ambil nada, dan setelah bunyi 2 atau 3 ketuk pertama, om AE langsung motong, bilang “wrong key” dan minta lagu diulang. Tentu saja mereka tetap cool gitu, dan om AE malah jadi nunjukin penonton tentang bagaimana mereka ambil nada: ternyata diambilin sama Jan Appleholm (sound engineer mereka) dan dibunyikan lewat earphone yang mereka pakai. Terus ya sudah, setelah cerita selesai, lagu dimulai. Temponya sepertinya agak kecepetan, jadinya kurang khidmat. Bagian awal tidak se-piano yang saya bayangkan. Akibatnya, progresi dinamikanya kurang terasa. Bagian interlude di tengah-tengah yang harusnya jadi klimaks lagu ini juga kurang intens karena Morten kurang staccato dan nafasnya ada satu dua yang kececer. Bagaimanapun, lagu ini tetap mengalir dengan lancar meskipun memang tidak maksimal.
Song 4: A Little Kindness
(Katarina Henryson; The Real Album, 2009)
Narasi untuk membuka lagu ini dilakukan oleh Anders Jalkeus yang bercerita dengan o’on-tapi-tetap-elegan tentang pengalamannya hampir ditilang polisi karena menelepon sambil mengemudi tapi entah gimana terus nggak jadi karena polisinya baik hati. Cerita diakhiri dengan kesimpulan bahwa kadang yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah itu adalah “a little kindness” and so that was the poin of the song. Sepertinya narasinya memang sengaja dibikin panjang biar Emma –yang sedang hamil 6 bulan- punya waktu agak banyak untuk minum dan duduk. Hihi
Meskipun intinya kurang lebih sama dengan yang disimpulkan Anders Jalkeus, buat saya lagu ini lumayan ‘dalem’. Cocok banget jadi soundtrack waktu saya nulis note/blogpost yang judulnya “Lost”. Ntar deh saya posting lirik-nya. Sekarang back to lapdangmat dulu :p
Baiklah. Lagu akhirnya dimulai, dengan Katarina sebagai lead vokal. Bagian awal –kombinasi Emma-AE- kurang ‘mencengkeram’ dikit, tapi dua tiga not doang. Ke belakang, beres. Malah suasana ‘perang’ di interlude-nya lebih kerasa dibanding di album. Apalagi karena Katarina –yang sekarang warna suaranya sebenarnya sudah jadi sopran- ambil improvisasi-nya cenderung ke not-not atas, nggak ke not-not bawah kaya di album, jadi lebih shout-out gitu rasanya. Nonton live lagu ini juga semacam membuat saya jadi, “oh gitu to nyanyinya” karena sebelumnya ada bagian-bagian yang saya masih ragu gimana nyanyiinnya. Setelah lihat live, alhamdulillah yah, jadi ngerti dan nggak ragu lagi. Sesuatu banget ;)
Song 5: Prime Time Blues
(Anders Edenroth; In The Middle of Life, 2005)
Yang catchy dari narasi lagu ini adalah bagaimana om AE meng-highlight lirik lagu ini dengan gesture tangan: “In the MIDDLE (tangan setinggi dada) of life, we’re on TOP (tangan setinggi kepala) of the world, but UNDER (tangan setinggi paha) pressure.” Yah. Tipikal AE’s word-play, mirip sama “have you heard the latest news that you-know-who did you-know-what with you-know-who” di “Small Talk”. Pokoknya ganteng lah si Om mah..
Lagu ini adalah my 2nd favourite di babak 1 setelah “A Lifetime Takes A Lifetime to Fulfill”. Aransemennya beda sama yang di album maupun di video live yang pernah saya lihat. Kalau harus mendeskripsikan.. kira-kira lagu ini jadi semacam mix antara Chili con Carne (Best Tour Souvernir Album, 2002) dan The Grass Grows Greener (In The Middle of Life, 2005). Tight abis, nggak spacey kaya di album. Bass-line-nya lebih jazzy, dinamis, dan sepertinya Anders Jalkeus lebih bahagia menyanyikan versi ini daripada versi albumnya..
Di reff, lead vocal-nya adalah Morten-Katarina, dan om AE bunyi perkusi. Improvisasi2nya Katarina itu semacam bikin mikir, “yaoloh Tante, kok ya kepikir dibawa ke nada itu to yaaa...,” dan perkusi-nya om AE.. jangan tanya. Kayanya beneran deh dia bawa kantong udara dan/atau midi drum tersembunyi..
Song 6: The Thingamabob
(Anders Jalkeus, In The Middle Of Life, 2005)
Lagu ini bercerita tentang Profesor nyentrik (Anders Jalkeus) yang menciptakan sebuah mesin (Anders Edenroth) yang ia beri nama “Perpetual Emotional Thingamabob”. Ketiga penyanyi lainnya adalah ‘pengunjung’ yang datang ke lab si profesor, tertarik dengan si mesin aneh, lalu mereka nanya2 dan si profesor menjelaskan. Yang keren dari lagu ini adalah karena di SETIAP penampilan nggak akan sama. Tiga orang ‘pengunjung’ itu ngomongnya gantian dan mereka nggak punya teks baku untuk kata-kata yang diucapkan, pokoknya di verse ini, si penyanyi yang ini nanyain topik ini.. gitu aja. Which means, mereka bertiga dituntut untuk jago acting, jago ngomong, and they did were that good. Dialognya luwes banget, dan ya.. dialog. Beneran kaya orang ngomong, bukan teatrikal kaya opera gitu. Plus, Anders Jalkeus yang ngebass mampus dan berwibawa, berubah total jadi profesor nyentrik dengan suara 11-12 sama suara Spongebob. Nggak ketinggalan pula ekspresinya yang 11-12 juga sama Spongebob. Plus lagi, om AE keren bangeeeeettt waktu jadi mesin. Bisa-bisanya ngeluarin bunyi-bunyi seaneh itu dengan power sekuat itu sepanjang lagu kaya nggak nafas. Dan tetap ganteng meskipun silly abis. Yah. If only i hadn’t watched this song like 100 times before, this would surely be my favourite buat babak 1..
Song 7: “Out in The Middle”
(Swedish Folksong)
Sebelum lagu mulai, Katarina menjelaskan bagaimana orang Swedia itu hampir nggak pernah extremely happy atau extremely sad; selalu ada kombinasi antara keduanya. Lagu berbahasa Swedia ini mewakili karakter tersebut. Kalau kata Katarina, ini lagu tentang “Happy sadness” atau “Sad happiness”. Dan begitulah, elemen-elemen di dalam lagu ini bertransisi dari nuansa sad ke happy ke sad ke happy.. sepertinya pakai modulasi satu setengah bolak balik itu aransemennya. Merinding disko, meskipun lead vocal-nya adalah Katarina yang notabene suaranya ngepop abis. Tetep aja terasa mistis Swedish dingin salju nordic gimanaaaa gitu..
Song 8: Pop Medley
Lagu terakhir di babak I ini merupakan gabungan dari berbagai lagu yang kebanyakan dinyanyikan oleh artis Amerika, tetapi konon kabarnya diciptakan oleh musisi-musisi Swedia. Lagu-lagu yang di-medley-kan antara lain “Show Me The Meaning of Being Lonely”, “I Want It That Way” (Backstreet Boys), “Baby One More Time”, “You Drive Me Crazy”, “Toxic” (Britney Spears), “That’s The Way It Is” (Celine Dion), “If I Let You Go” (Westlife), “Show Me Love”, “Turn Me On” (nggak tahu yang nyanyi siapa :p). Yap. Semua itu dijadiin satu lagu. Aransemennya enak dan nggabung-nggabunginnya smooth. Nggak disebut sih ini kerjaan siapa, tapi kalau dilihat dari pilihan lagunya, sepertinya ini kerjaan Peder..
Tiga hal yang perlu dicatat dari lagu ini:
Pertama, bentuknya Anders Jalkeus semacam nggak nguati. Se-Concert Hall ngakak semua lihat dia berusaha ‘masuk’ buat nyanyi “Oops I Did it Again” (dengan suara nge-bass dan style semacam Mr. Bean), tapi terus diserobot sama teman-temannya yang nyanyi lagu lain. Yah. Coba lihat di sini aja lah. Yang di konser itu mirip, tapi lebih lucu dari ini :D
Kedua, Emma-nya rileks dan sudah tampak effortless. Beda sama di video-video di mana –menurut saya- dia tampak cemas dan kebanyakan gerak. Mungkin selain karena suaranya juga sudah lebih mapan, ada pengaruh bawaan bayi juga..
Tiga, suaranya Katarina waktu menirukan suara strings di lagu Toxic.. mak. Persis..
Yak. Demikian review babak satu yang sudah 1800an kata sendiri. Selanjutnya, nantikan review part 2. Dan mungkin part 3. Nggak tahu. Haha.
demi apa lagu pertama udah lagu favorit ajaaaa!!
ReplyDelete"Pass me the jazz, homemade and hot! I wanna get in the groove to the bottom of the beat so keep it moving and stomp your feet!"
*ketoke ngono nek ra salah. hahaha...*
piye perasaanmu mendengarkan The Thingamabob live buuu??? secara lagu kuwi sangat riweuh. hihihi...
sudah kuduga suaranya Katarina akan berubah ke arah sopran. dulu waktu jadi Alto (well, mezzo sih jane) aja bisa mencapai nada2 tinggi, walaupun nada rendahnya jg oke. range-nya lebar bgt nih tante. iri sayaaa...
wis ah, ngko komenku mah koyo lapdhangmat!
ditunggu part 2-nya lho mbak!!
can't wait! =D
Ho'oh aq to kaget. Hna nek opening wae selevel Pass Me The Jazz, ke belakang bakal luwih keren koyo opoooo.. Haha.
ReplyDeleteSi Thingamabob (om AE) ganteeeng :D and gotta say that was my favourite version of Thingamabob. Mereka berlima tu solid bener ngaconya. dan takpikir lagu ini udah sinting, ternyata babak 2 ada yang lebih sinting.. :D
aku kayanya belum pernah denger bariton yg baru itu deh. udah apa belum yak? *labil*
ReplyDeleteha tur iki sing dinyanyiin kok lagu favoritku kabeh ki piye kiiii??
wis mbak, tidak usah banyak memberikan spoiler. cepat tuntaskan yg part 2!! *macak mandor*