Saya sudah cukup lega karena bisa pulang setelah rawat inap
dua minggu di rumah sakit karena cedera kepala. Mungkin sampai hari kesekian perawatan, saya menghabiskannya dengan tidur dan dengan kepedulian yang nyaris hilang
seluruhnya terhadap hampir semua hal di dunia ini; mungkin sebagian besar
karena tidak ingin merasakan nyeri kepala saat bangun. Baru saat obat saya
mulai dikurangi karena keluhan nyeri yang saya rasakan mulai berkurang, saya
mulai ingat kalau saya punya telepon genggam yang ternyata setelah dicek, ada
banyak pesan dari berbagai kenalan di berbagai tempat, menanyakan bagaimana
kondisi saya. Saya tidak tahu bagaimana kabar kecelakaan yang saya alami sepertinya tersiar cepat; dan
bahwa ternyata ada relatif banyak orang yang konon kabarnya mendiskusikan
kondisi saya dan mengkhawatirkan ini itu. Baru saat itu setelah sekian lama
saya hidup, saya merasa bahwa saya ternyata diingat oleh cukup banyak orang;
tidak se-invisible yang selama ini saya kira. Hehe. Saya sangat menghargai
perhatian, kepedulian, serta doa-doa baik yang sempat terlontar ini. Selama
saya dirawat, teman-teman saya sesama residen (dan ternyata beberapa spv) juga
banyak direpotkan sana sini tanpa saya sadari, dan saya sangat bersyukur karena
saya jadi tidak kerepotan mengurus diri saya sendiri :’) Mama saya, teman main
saya sejak di Jogja sampai migrasi ke Bali, teman-teman sesama chief juga
sempat datang dan menunggui hingga cukup lama sambil ngobrol dan bercanda sana
sini; sampai saya sempat merasa bahwa sebenarnya mungkin saya tidak sakit karena masih bisa tertawa nyaris seperti sebelumnya. Haha.
Beberapa saudara, teman seangkatan di FK U**, serta beberapa orang lain yang
mungkin agak sulit saya identifikasi juga sempat datang dan saya jadi merasa..
kepedulian orang-orang dari berbagai tempat di dunia yang mau meluangkan waktu untuk kontak dan hadir membantu saya selama dirawat di RS ini.. sangat saya hargai. Saya bersyukur untuk hal ini.
Pasca saya pulang, seorang teman yang tahu bahwa saya kadang masih
mengalami beberapa gejala (sakit kepala, pandangan ganda, mual, belum bisa jalan jauh, anosmia) sempat bertanya apa saya merasa sedih dengan sakit
yang saya alami, dan saat itu jawaban saya adalah tidak. Memang beberapa hari
terakhir perawatan saat saya lebih banyak terbangun dan (mau nggak mau) jadi
lebih banyak berpikir, dan saya juga sempat bertanya-tanya pada diri saya apakah saya sedih.
Mungkin karena ada sekian banyak waktu yang harusnya bisa digunakan untuk
mengerjakan tesis dan akhirnya justru ‘terbuang’ untuk rawat inap di RS. Mungkin karena beberapa
gejala dan hendaya yang membuat saya masih harus membatasi aktivitas. Mungkin karena
saya jadi batal menonton konser The Moffatts di Bali. Mungkin karena saya jadi
kurang bisa mendiskriminasi suara saat mendengarkan lagu a capella meski lagu
itu sudah cukup familiar untuk saya; atau karena kemampuan saya mempersepsi dan
mewujudkan dinamika serta phrasing yang bagus saat bernyanyi jadi sangat
berkurang. Hmm bisa jadi agak sedih karena poin terakhir, tapi selebihnya
ternyata tidak.
Selain menemukan bahwa saya bersyukur karena banyak orang
peduli, saya juga bersyukur karena saya ternyata punya kemampuan untuk
menghabiskan sekian banyak waktu untuk diam; sesuatu yang mungkin dulu
membayangkan saja sudah cukup menakutkan buat saya yang saat itu relatif banyak
aktivitas dan multitasking. Saya juga bersyukur karena Tuhan sepertinya memberi
saya “preface” sekaligus pengingat bahwa tidak lama lagi mungkin saya harus
mempelajari melakukan banyak hal dari awal, dari tahapan yang mungkin paling
remeh; sesuatu yang mungkin sempat saya lupa bahwa ini akan bisa terjadi kapan
saja karena pada titik ini saya merasa hidup saya sudah mulai established, aman,
dan relatif akan berjalan seperti yang saya tahu saja. Saya jadi merasa bahwa
kejadian ini mungkin membuat hidup saya berubah menjadi memiliki lebih banyak
ketidakmampuan dan ketidakpastian. Sempat hal ini membuat saya merasa sedih,
takut, dan marah; tapi di sisi lain hal ini membuat saya juga merasa seperti
kembali muda, dan saat saya muda, itu artinya saya punya cukup energi. Energi
untuk menghadapi perubahan. Energi untuk berkreasi dan mengkonsep hal-hal yang
sebelumnya tidak saya pikirkan. Energi untuk lebih banyak belajar. Energi untuk
memberi berkontribusi dan memberi lebih banyak manfaat. Energi untuk terus
hidup dengan bersemangat dan bahagia. Mungkin.. itu sudah sangat cukup, jadi.. mungkin
saya memang lega :)
Sudah. Itu dulu untuk bagian satu :D
No comments:
Post a Comment