Sekitar sebulan setelah kejadian, saya masih merasakan ini itu yang
kadang membingungkan.
Mungkin ada satu atau dua momen ketika saya tiba-tiba
bersin-bersin tanpa alasan yang saya ketahui. Biasanya saya tahu alasannya karena
penyebabnya kalau tidak debu, jamur, atau udara dingin, kemungkinan bau sesuatu
yang menyengat. Sekarang saya tidak bisa membau. Jadi kalau di lingkungan yang
tampak tidak berdebu, tidak berjamur, dan tidak dingin dan saya tiba-tiba
bersin, kemungkinan besar ada suatu bau yang menyengat, tapi saya tidak bisa
menentukan dari mana asalnya. Yang saya lakukan selanjutnya adalah mencari penampakan
sumber bau tersebut, tentunya, dalam upaya untuk mengurangi durasi
bersin-bersin. Kalau tidak ada yang tampak berbau menyengat di sekitar saya, ya
sudah, berdoa saa bahwa memang keadaan aman dan mungkin bau menyengat tadi dari
luar ruangan dan hanya sekedar lewat sebentar.
Mungkin saya juga jadi lebih mudah cemas saat sendirian dan kebetulan berada
di lingkungan di mana ada banyak orang atau banyak benda yang mengeluarkan
berbagai bunyi. Setelah telinga saya membaik dan bisa mendiskriminasi berbagai
suara, mungkin hal lain yang perlu saya latih lagi adalah kemampuan selective
listening. Karena apa? Karena jika saya tidak sedang fokus berbicara dengan
seseorang atau bisa menemukan lagu untuk saya senandungkan perlahan sebagai “titik
fokus”, pada lingkungan ramai seperti itu, semua suara seolah terdengar, dan
itu membingungkan. Kadang saya juga jadi mendengar orang-orang yang bicara
dengan nada yang sangat argumentatif dan entah mengapa itu membuat saya semacam
lebih siaga; padahal jelas-jelas mereka tidak berargumen dengan saya. Entahlah. Sepertinya saya memang perlu latihan lagi.
Mungkin saya jadi lebih mudah lelah dibanding biasanya. Dua hari
berturut-turut beraktivitas sampai jam 8 malam, dan tidur saya pun jadi lebih
cepat. Hari berikutnya, saya masih merasa seperti perlu bayar “hutang tidur” . Padahal,
dulu beraktivitas tiap hari sampai am 10 atau 11 malam ya hajar aja, masih
kuat-kuat aja.
Tapiiiiiiii
Sekitar sebulan setelah kejadian, sepertinya saya juga mengalami
beberapa perkembangan, dan ini cukup menyenangkan.
Sepertinya saya sudah bisa membaca dan berkonsentrasi lagi
untuk waktu yang agak lama, katakanlah satu atau satu setengah jam, sebelum
pandangan saya jadi agak kabur dan saya perlu memejamkan mata sejenak untuk
bisa melanjutkan. Sedikit banyak hal ini menurunkan kebutuhan saya untuk ‘tidur
siang’ dalam durasi yang relatif panjang, sehingga aktivitas siang hari tidak
lama terinterupsi dan di malam hari saya bisa tidur lebih awal. Hari ini saya
juga menemukan bahwa saya bisa menonton video berdurasi satu jam; suatu aktivitas
yang sebelumnya juga sempat saya hindari karena cepatnya pergantian adegan
dalam video tersebut bisa menginduksi pengelihatan saya untuk jadi kabur kalau
terpapar cukup lama. Yah. Meski saat membaca juga kadang masih teralihkan saat
HP berdering :p Mungkin ini saat mengaktifkan kembali gerakan mematikan mobile
data pada jam-jam tertentu dalam sehari supaya lebih bisa konsentrasi. Hehe
Kemampuan saya untuk berjalan juga sedikit meningkat. Hari
ini saya ternyata bisa berjalan sekitar 1,5 kilometer tanpa pusing mual
muntah atau keblegong di trotoar Indonesia yang secara umum memang agak kurang pedestrian-friendly.
Pandangan kabur masih ada sedikit, tapi bisa membaik dengan duduk dan
memejamkan mata atau melihat pada satu benda saja yang posisinya dekat selama
beberapa lama. Setelah “istirahat” ini, yang juga cukup membahagiakan adalah
ketika saya kemudian melihat ke kejauhan, dan pemandangannya jelas. Tidak ada
garis-garis atau gambaran manusia yang tampak ganda, dan saya bisa menghitung
jumlah orang yang tampak di suatu lapang pandang dengan benar. Haha. Di
jalan-jalan yang relatif kecil di mana kendaraan berjalan relatif lambat, saya
mulai mencoba menyeberang sendiri, dan berhasil! Mungkin saya tidak lagi perlu terlalu
khawatir untuk bepergian sendirian, yang penting tetap hati-hati.
Beberapa hari terakhir, mungkin karena saya sudah tidak lagi
mengalami PMS, meski sepertinya saya masih cerewet berkomentar di
status orang-orang di FB dan relatif lebih reaktif dibanding biasanya,
mimpi-mimpi bertema kecemasan yang membuat saya bangun lebih cepat juga berkurang cukup signifikan. Kadang saya tidak bermimpi, kadang saya bermimpi
tapi dengan tema yang netral dan hanya memicu reaksi semacam, “Oh gitu ya
mimpinya? Baiklah” lalu tidak lama kemudian ceritanya terlupakan. Kadang masih ada beberapa memori yang sebelumnya tidak saya ingat gara-gara yang dipikir
tesis melulu yang tiba-tiba saja muncul pada saat menjelang tidur malam.
Beberapa minggu yang lalu mungkin memori yang muncul kembali ini akan membuat
saya cukup kesal dan marah, tapi saat ini.. sepertinya saya sudah 99% merelakan
mereka untuk sekedar jadi memori; tidak perlu diulangi, tidak dirindukan, tidak
lagi diharapkan. Mungkin akan segera sepenuhnya terlupakan jika tanpa probing
yang spesifik dan mendalam, dan selanjutnya digantikan dengan ingatan-ingatan
tentang hal-hal lain yang lebih perlu diingat.
Yah. Begitulah.
Mungkin saya jadi lebih banyak menulis di blog karena di
sini tidak harus ada citation di tiap kalimat atau paragraf seperti saat menyusun
tinjauan pustaka untuk tesis. Rasionalisasi gitu, semacam “kan pokoknya aku
udah nulis.. “ :p Mungkin saya sebenarnya ingin curhat dan cerita ini itu, tapi
ada asumsi di pre-conscious bahwa kalau saya curhat secara live pada manusia,
saat saya selesai bicara kalimat kedua, saya akan dapat tanggapan, “Udah, kamu
tu istirahat aja, nggak usah dipikir yang gitu-gitu. Makan yang banyak, biar
cepet sembuh” dan malah jadi batal memproses kekhawatiran saya secara kognitif (melalui
bicara) dan malah langsung direpresi. Ya tapi nggak tahu sih, this current condition
is just somehow unusual, changing relatively quickly, and maybe I just need to
keep working on adapting to it day by day. It feels pretty much like.. life;
but at its less familiar phase, somehow. But it’s okay. Things change, including
this uncertainty, and I’ll come up stronger in the end :D
No comments:
Post a Comment